1)
Mu’adz bin Jabal yang menjerti dan menagis teresak-esak sehingga beliau pengsan
oleh sebab dapat berita tentang kematian Rasulullah SAW.
2)
Rasulullah telah patah gigi di dalam perang Uhud, berita itu sampai ke Awais
dan Awais di rumahnya sanggup mematahkan giginya sendiri kerana hendak merasai
apa yg Rasulullah telah rasai.
3)
Ada seorang pedagang minyak wangi, di Madinah. Setiap kali pergi ke pasar, dia
singgah dulu ke rumah Rasulullah Saw, dia tunggu sampai Rasulullah keluar.
Setelah Rasulullah keluar, dia hanya mengucapkan salam lalu memandang Rasulullah
saja, setelah puas dia pergi. Suatu hari setelah dia ketemu Rasululllah dan dia
pergi, lalu tak lama kemudian balik dari pasar dan dia datang kepada Rasulullah
Saw dan meminta izin, “Saya ingin melihat engkau ya Rasulullah, karena saya takut
dan tidak sanggup tidak dapat melihat tuan seperti ini lagi.”
4)
Abu Ayyub Al-Anshari. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau beristirahat
dahulu di pinggiran kota menginap di rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Rumahnya itu
dua tingkat, Abu Ayyub dan istrinya di tingkat atas dan Rasulullah Saw di
bawah. Pada malam hari Abu Ayub dan istrinya tidak sanggup tidur karena mereka
takut menggerakkan tubuhnya, semua terbujur seperti sebongkah kayu menahan dirinya
untuk tidak bergerak. Mereka takut kalau bergerak, nanti debu-debu dari atas
itu berjatuhan kepada Rasulullah.
Setelah Rasulullah mengetahui hal itu, beliau sangat terharu lalu kepada Abu
Ayub diajarkan sebuah doa sebagai penghargaan beliau atas cinta yang tulus dari
Abu Ayub.
5)
Dalam perang Uhud, ketika kaki Rasulullah terluka, ada seorang sahabat
melihatnya lalu mengejar Rasulullah. Dia pegang kaki itu lalu dia bersihkan
luka itu dengan jilatannya. Rasulullah terkejut lalu berkata, “Lepaskan!
Lepaskan!” Sahabat itu berkata: “Tidak Ya Rasulullah, aku tidak akan melepaskannya sampai luka ini kering!”
6)
Rasulullah sedang membariskan pasukannya karena Rasulullah selalu merapikan
barisan pasukannya. Ternyata ada seorang sahabat, mungkin karena perutnya
terlalu besar, selalu perutnya itu berada di luar barisan. Kemudian Rasulullah
datang dan memukul perutnya itu agar dirapikan dengan barisan. Lalu sahabat itu
memandang Rasulullah dan berkata: “Engkau diutus untuk menjadi rahmat bagi
seluruh alam, kenapa kau sakiti perutku?” Lalu Rasulullah turun dari kudanya,
dan menyerahkan alat pemukul itu, lalu berseru: “Pukullah aku! Sebagai qishas
atas kesalahanku.” Kemudian orang itu berkata: “Tapi engkau pukul langsung kepada kulit perutku.” Lalu Rasulullah
segera membuka pakaiannya, tiba-tiba sahabat itu memeluk Rasulullah dan mencium perutnya.
Rasulullah terkejut dan berkata: “Ada apa denganmu?” Sahabat itu menjawab: “Ya Rasulullah,
genderang perang sudah ditabuh, mungkin ini adalah saat terakhir perjumpaanku denganmu.
Saya ingin sebelum meninggal dunia, sempat mencium perutmu yang mulia.”
7)
Bilal yang selalu adzan semasa hidup Rasulullah tidak mau beradzan lagi setelah
wafat Rasulullah karena Bilal tidak sanggup mengucapkan “Asyhadu anna Muhammad Rasululah”
karena ada kata-kata Muhammad di situ. Tapi karena desakan Sayyidah Fatimah
yang saat itu rindu mendengar suara adzan Bilal, dan mengingatkan beliau akan
ayahnya. Bilal akhirnyadengan berat hati
mau beradzan. Saat itu waktu Subuh, dan ketika Bilal sampai pada kalimat Asyhadu
anna Muhammad Rasulullah, Bilal tidak
sanggup meneruskannya, dia berhenti dan menangis
terisak-isak. Dia turun dari mimbar dan minta izin pada Sayyidah Fatimah untuk
tidak lagi membaca adzan karena tidak sanggup menyelesaikannya hingga akhir.
Ketika Bilal berhenti saat adzan itu, seluruh Madinah berguncang karena
tangisan kerinduan akan Rasulullah Saw.
8)
Seorang budak bernama Tsauban sangat menyayangi dan hatinya selalu merindukan Rasulullah
Muhammad SAW. Sehari saja tidak bertemu Nabi, rasanya seperti setahun baginya. Kalau
bisa dia ingin bersama Rasul setiap waktu. Karena jika tidak bertemu
Rasulullah, dia amat sedih, murung dan seringkali menangis. Demikian juga yang
dilakukan Rasulullah terhadap Tsauban begitu mengetahui betapa besarnya kasih sayang
Tsauban terhadap dirinya. Suatu hari Tsauban berjumpa Rasulullah SAW dan
berkata, “Ya Rasulullah, saya sebenarnya tidak sakit, saya sangat sedih jika
berpisah dan tidak bertemu denganmu walaupun sekejap. Jika sudah bertemu barulah
hatiku menjadi tenang dan gembira sekali. Apabila memikirkan akhirat, hati ini
bertambah cemas dan takut kalau-kalau tidak dapat bersama denganmu. Kedudukanmu sudah tentu di syurga yang
tinggi. Sedangkan saya belum tentu, entah di syurga paling bawah atau yang
paling mencemaskan, kemungkinan tidak dimasukkan ke syurga langsung. Jika
demikian, tentu saya tidak akan bertemu denganmu lagi.” Rasulullah amat terharu
mendengar perkataan Tsauban. Namun beliau tidak dapat berbuat apa-apa karena
balasan surga atau neraka bagi setiap hamba itu hak dan urusan Allah. Maka
setelah peristiwa itu, turunlah wahyu kepada Rasulullah SAW yang berbunyi; “Barangsiapa
yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang
yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: nabi-nabi, para shiddiqin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman
yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisaa’:69). Mendengar jaminan itu Tsauban pun
tersenyum. Hatinya menjadi tenang dan gembira kembali.